Minggu, 28 Desember 2008
Saluang
Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.
Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik napas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernapasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan napas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.
Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusia......ds
o Keindahan: yang tersirat dalam Saluang menunjukkan keramahan sesuai dengan syariat islam.
Dalam memainkan Saluang peniup saluang bisa tahan meniup saluang dalam jangka waktu yang lama karma dalam peniupan saluang mempunyai teknik tertentu.
1. Dalam saluang lagu-lagu yang dinyanyikan bersifat menghibur rakyat yang mengandung makna ratapan, petuah/nasehat sesuai dengan syariat islam, Saluang jg menceritakan masa lalu yang dikaitkan dengan kejadian-kejadian di masa sekarang.
2. Pandangan hidup: suatu hiburan bagi masyarakat minang, karena dalam penyampaian nasehat Saluang mudah diresap/ditanggapi oleh masyarakat minangkabau.
3. Harapan: di dalam Saluang tersirat harapan-harapan agar masyarakat Indonesia terus bersatu dalam menjalani kehidupan. Dan terus manjaga silaturrahmi yang baik dalam kehidupan.
Alunan saluang dari seruas bambu itu begitu mendayu seolah menggugah rindu perantau pada kampung halamannya di ranah minang. Padahal alat musik itu sangat sederhana, hanya seruas bambu dengan tiga, empat dan enam lubang nada. Pernafasan peniupnya melalui hidung tanpa terputus-putus.
Namun di tangan seniman yang ahli ditambah dengan sedikit mantra dan jampi-jampi akan menggugah hati yang mendengarnya, terlebih bila ditujukan pada anak muda yang dimabuk asmara.
Saluang Darek adalah alat musik tiup tradisional dari Sumatra Barat di daerah darek atau darat seperti Batusangkar. Terbuat dari sejenis bambu tipis berwarna kuning gading. Dimainkan dengan ringan dengan satu atau dua pendendang.
Alat musik ini sering dimainkan seorang pemuda untuk melepas kerinduan, pelipur lara, atau pelepas lelah. Suaranya mengalun indah seperti udara di pegunungan.
Sedangkan di daerah pesisir Sumatera Barat lebih dikenal Bansi yang mirip Saluang. Sama-sama terbuat dari bambu tipis, lebih pendek dari Saluang. Namun nada yang dimainkan lebih meriah, tidak mengalun. Mungkin untuk mengalahkan suara deburan ombak di pesisir.
Bansi digunakan untuk mengiringi berbagai jenis lagu tradisional dan modern karena mempunyai lubang nada lebih lengkap. Selain sebagai alat musik tunggal Bansi juga dapat dimainkan dengan alat musik lainnya untuk mengiringi nyanyian dan tarian.
Sebagian besar alat musik tradisional Minangkabau sudah terbilang langka dan mungkin juga jarang didengar lagi.
Misalnya ‘Pupuik Tanduk’ yang terbuat dari tanduk kerbau yang dipadu dengan bambu yang bentuknya melengkung dan berwarna hitam. Alat musik tiup pada zaman dulu ini biasanya dimainkan bersama Talempong dan gendang dalam upacara perkimpoian dan upacara adat lainnya hampir di semua daerah di Sumatera Barat. Kini Pupuik Tanduk sangat jarang ditemukan di daerah Sumatra Barat.
0 komentar:
Posting Komentar